Bagi perenang maraton (open water), tantangan terbesar bukanlah hanya jarak tempuh, tetapi manajemen energi dan oksigen yang efisien selama berjam-jam. Di sinilah Teknik Pernapasan menjadi faktor pembeda antara menyelesaikan perlombaan dan mencapai kecepatan optimal. Perenang jarak jauh harus mengembangkan apa yang secara kiasan disebut “paru-paru baja,” yaitu kemampuan memanfaatkan setiap hirupan udara secara maksimal dan menunda kelelahan yang disebabkan oleh penumpukan asam laktat. Teknik Pernapasan yang benar memungkinkan atlet mempertahankan ritme berenang yang stabil, yang sangat penting saat melintasi jarak antara 5 hingga 25 kilometer di perairan terbuka. Menguasai Teknik Pernapasan adalah kunci untuk mencapai endurance sejati.
Rahasia Breathing Pattern yang Fleksibel
Berbeda dengan sprinter yang mungkin hanya bernapas setiap dua hingga empat kali stroke (ayunan lengan), perenang maraton menggunakan breathing pattern yang jauh lebih fleksibel. Meskipun pernapasan bilateral (setiap tiga stroke) adalah standar pelatihan untuk menjaga keseimbangan dan mencegah cedera bahu, dalam perlombaan sesungguhnya, perenang maraton dapat beralih ke pernapasan unilateral (setiap dua stroke) jika intensitas meningkat atau tubuh membutuhkan oksigen ekstra.
Teknik Pernapasan yang paling penting adalah exhalation (pengeluaran napas). Perenang maraton dilatih untuk menghembuskan napas secara total dan cepat saat wajah masih berada di bawah air, melepaskan karbon dioksida sebanyak mungkin. Dengan mengosongkan paru-paru secara maksimal, mereka memastikan bahwa hirupan udara baru saat memutar kepala adalah udara bersih dan segar. Pelatih Kepala Tim Renang Jarak Jauh Indonesia, Bapak Budi Santoso, mencatat dalam sesi pelatihan di Kolam Renang Senayan pada Jumat, 10 Januari 2025, bahwa perenang yang menguasai total exhalation dapat meningkatkan volume tidal (volume udara yang dihirup dan dihembuskan) hingga 15%.
Latihan Peningkatan Kapasitas Oksigen
Untuk meningkatkan kapasitas paru-paru, perenang maraton rutin melakukan hypoxic training (latihan kekurangan oksigen) atau breath holding sets. Latihan ini melibatkan berenang jarak pendek sambil menahan napas dalam interval yang semakin panjang (misalnya, berenang 50 meter dengan bernapas hanya 3 kali). Namun, latihan ini harus dilakukan di bawah pengawasan ketat, karena tujuannya bukan untuk membuat atlet pingsan, melainkan untuk melatih tubuh beradaptasi dengan kadar CO2 yang lebih tinggi dan menunda refleks bernapas.
Selain latihan di air, perenang juga melakukan dryland training yang fokus pada otot-otot bantu pernapasan, seperti intercostal dan diafragma. Latihan kekuatan core dan plank yang panjang juga membantu menjaga stabilitas tubuh, yang secara tidak langsung mendukung posisi kepala dan leher yang lebih rileks saat bernapas.
Manajemen oksigen ini sangat penting dalam kondisi perairan terbuka. Ketika berenang di Danau Toba dengan suhu air 24 derajat Celsius pada Kejuaraan Nasional Open Water 2024, seorang perenang harus berjuang melawan arus, gelombang, dan suhu. Dalam kondisi seperti ini, setiap napas yang efektif menjadi krusial untuk mencegah hipotermia dan kelelahan otot, membuktikan bahwa Teknik Pernapasan yang dikuasai adalah fondasi untuk setiap keberhasilan perenang maraton.